Minggu, 25 September 2011

Konsep Nagari dan Pemberdayaan

Temuan dari refleksi bersama yang penulis lakukan dengan tokoh Jorong dan Nagari di sebuah lokasi di kaki Gunung Talang pada sebuah forum diskusi menemukan bahwa, konsep kenegaraan pada level terendah di Sumatera Barat sebagian besar menggunakan konsep ke-Nagarian. Sebuah konsep yang mengutamakan semangat partisipatif nan mufakat, dari konsep atau ide ke-Nagarian ini pula, logika pemerintahan yang diperkenalkan pada zaman orde baru yang menerapkan pendekatan Top-down akan digeser menjadi Bottom-up dengan ambisi ke-Nagarian. Dalam sejarahnya, konsep ini mendorong peran masyarakat lebih banyak dan mekanisme pemerintahan dengan basis konsensus akan teruji diberbagai level. Upaya ini telah berlangsung 20 tahun terakhir, tapi dari praktek lapangan serta dari pengamatan bersama, jauh panggang dari api. Fenomena yang muncul adalah konsep lokal ke-Nagarian seakan dipaksakan untuk diterapkan, karena pada level yang lebih tinggi, seperti kecamatan logika Top-down sangat dominan mewarnai prosess pengambilan keputusan dan justru jauh dari semangat partisipatif yang coba dibangun pada tingkat akar rumput. Hal ini telah membuat masyarakat yang berada pada akar rumput merasa tidak ada bedanya antara adanya Kelurahan atau Nagari, malah menjadi lebih buruk karena terkesan keberadaan Nagari hanya sebagai upaya politis non-partisipatif untuk memenuhi prosedur administratif ke-Tata negaraan yang tidak memberdayakan. (Google+)  
Baca Juga: Kesadaran diri dan upaya Keberdayaan
Sumber Foto: Konsultan Pembedayaan

Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.48

Sabtu, 24 September 2011

Pemberdayaan Petani

konsultan manajemen
Hari ini, 24 September 2011 adalah hari yang menjadi makna bagi para petani Indonesia. Banyak harapan sesungguhnya disandarkan pada hari ini, hari dimana jika semangat pro-petani bisa ditegakkan di bangsa nan kita cintai ini, secara pribadi dalam pandangan penulis jika petani Indonesia mendapat tempat yang layak dan sejahtera dapat dipastikan ini juga akan berdampak kepada seluruh unsur dan lapisan masyarakat. Pada sisi lain dapat juga bisa dipastikan penegakan keadilan dan pemerataan kesempatan untuk kesejahteraan merupakan nilai tambah yang secara otomatis akan mendistribusi. Beberapa latar yang ditenggarai menyebabkan petani Indonesia sejak UUPA 1960 diterbitkan tidak mendapatkan hak sesuai dengan mandat undang-undang tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh kelompok masyarakat petani hari ini patut dihargai sebagai sebuah upaya yang akan membawa bangsa kita pada kondisi dan harapan yang lebih baik kedepannya. Upaya yang mendorong untuk keadilan bagi semua dan dikembalikannya harga diri kita sebagai manusia merdeka dan bangsa menjadi bangsa yang hidup mandiri dan berdiri diatas kaki sendiri tanpa bergantung kepada pihak asing atau hutang luar negeri.......Ayo dukung petani Indonesia untuk lebih berdaya, mandiri dan swasembada pangan.(Google+)
Baca Juga: Mimpi akan Kemandirian daging Sapi
Sumber Foto: disperta.jambiprov.go.id
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 17.25

Jumat, 23 September 2011

Pendekatan Analisis Pemberdayaan

pendekatan analisis manajemen pemberdayaan
Dalam teorinya ada empat aspek pendekatan yang sering digunakan dalam upaya-upaya perencanaan Pemberdayaan, Pendekatan yang juga sering dipakai sebagai alat analisis untuk memastikan kedudukan program pemberdayaan yang akan dilaksanakan. Pendekatan pertama disebut dengan Programming approach yang menggunakan asumsi dasar bahwa setiap individu dan komunitas yang terlibat dalam Pemberdayaan setuju dengan tujuan Pemberdayaan dan mengerti bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Pendekatan kedua disebut dengan Experimentation approach, menggunakan asumsi dasar bahwa setiap individu dan komunitas yang terlibat dalam Pemberdayaan setuju dengan tujuan pemberdayaan akan tetapi tidak mengerti bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Pendekatan ketiga disebut dengan Bargaining approach, menggunakan asumsi dasar bahwa setiap individu dan komunitas yang terlibat dalam Pemberdayaan mengerti bagaimana cara mencapai tujuan akan tetapi tidak setuju dengan tujuan Pemberdayaan. Pendekatan keempat disebut Chaos apporach,  menggunakan asumsi dasar bahwa setiap individu dan komunitas yang terlibat dalam Pemberdayaan tidak mengerti bagaimana cara mencapai tujuan dan tidak setuju dengan tujuan Pemberdayaan. Keempat pendekatan ini agak jarang digunakan karena kebiasaan yang terjadi adalah,  upaya pemberdayaan yang  terlalu fokus pada tujuan dan teknis administratif sehingga mengabaikan hal-hal yang mendasar dalam membangun kepercayaan ditingkat penerima man'fa'at maupun pelaksana. (Kempat pendekatan ini disadur dari Christensen, 1985:66) (Google+)
Baca Juga: Kesempatan Konsultan Perorangan
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 07.04

Kamis, 22 September 2011

Mandat Nilai Pekerja Pemberdayaan

konsultan manajemen csr
Dalam upaya memerdekan komunitas sehingga individu dan kelompok masyarakat menjadi memilki kemampuan dalam menentukan masa depan wilayah mereka, seorang pekerja pemberdayaan tidak hanya memerankan fungsi petugas lapangan yang hasil pekerjaannya diserahkan kepada pemilik pekerjaan atau donor agency. Tapi pada sisi lain, sesungguhnya pekerja pemberdayaan memilki tanggungjawab untuk membuka seluas-luasnya informasi, data dan fenomena sosial di wilayah dampingannya melalui dialog terbuka dengan siapa saja. Tujuan bahwa informasi tersebut akan bermanf'at untuk memaksimalkan proses kemandirian di komunitas. Dari sebuah diskusi pada pertengahan September 2011, penulis mendapat undangan untuk membantu menjelaskan munculnya fenomena ketidak percayaan komunitas terhadap tokoh masyarakat. Fenomena yang juga telah diverifikasi melalui observasi langsung dan pengamatan terhadap lebih kurang 8 bulan kerjasama program. Keretakan pada level komunitas yang telah penulis jelaskan pada tulisan 20 September 2011 diblog ini. Dalam diskusi ini ditemukan beberapa fenomena linear yang terjadi dari berbagi level Jorong, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi tentang bagaimana kebijakan pembangunan sering diambil oleh pejabat publik tanpa mempertimbangkan peran dan fungsi unsur-unsur masyarakat yang ada, sehingga menimbulkan efek terhadap kepercayaan masyarakat terhadap keputusan-keputusan tersebut. faktanya pada tingkat Jorong, komunitas sangat punya kekuatan untuk mengabaikan peraturan (deligitimasi) Nagari sehingga memunculkan ketidakseimbangan antara peran dan fungsi sistem administrasi pemerintahan. Adalah mandat dari pekerja pemberdayaan untuk menjaga kestabilan itu sehingga terciptanya sinergisitas baik secara vertikal maupun horizontal. (Google+)
Baca Juga: Kontrak Sosial Untuk Pembangunan
Sumber foto: Konsultan Pemberdayaan      
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.41

Rabu, 21 September 2011

Kompleksitas Pemberdayaan

konsultan,manajemen,csr
Dalam kunjungan singkat ke sebuah lokasi pekerjaan pengurangan resiko bencana di Gunung Talang, Negeri yang bernama Batu Bajanjang, Jorong bernama Bawah Gunung ditemukan beberapa situasi yang membuat para pemimpim lokal merasa begitu frustasi menghadapi masyarakat mereka. Sebutlah salah seorang kepala jorong akhirnya mesti mengakui bahwa begitu sulit menggerakan masyarakatnya karena tidak dipercayanya struktur Jorong dan Nagari sebagai institusi adaministrasi terendah yang memiliki otoritas. Efek yang secara terus menerus berdampak adalah proses pengambilan keputusan dalam menetapkan kepentingan publik dan khalayak tidak mendapat legitimasi dari masyarakat dan dilemahkan, ini merupakan gambaran yang definitif tentang Sistem Chaos dalam masyarakat. Setelah di invstigasi lebih dalam beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini terjadi adalah;
  1. Telah terjadinya pengkhiantan oleh pemimpin-pemimpin yang sebelumya karena proses kepemimpinan yang tidak amanah dilakukan dan menciderai kepercayaan masyarakat. Pengkhinatan yang dimaksud adalah prilakk koruptif, manipulatif dan destruktif yang hanya menguntungkan  satu pihak. 
  2.  Tidak adanya pemimpin yang memilki jiwa kepemimpinan yang jujur, transprans dan akuntable sebagai sebuah jaminan untuk mendorong kerjasama yang kuat didalam masyarakat dan adanya penegakan keadilan.
  3. Sistem pemilihan yang tidak fair dan mengikuti ka-edah pemilihan terbuka dan dekat dengan nilai-nilai lokal dimana kelompok elit sangat menentukan. 
Sebuah situasi yang begitu menyedihkan, simbol kenagarian sebagai bentuk kembalinya sistem nilai dan administrasi kepada bentuk yang lebih akrab dengan masyarakat justru berdampak buruk. Dan Simbol kenagarian yang sudah didudukan sebagai bentuk administrasi terendah dari sistem birokrasi negara, masih belum mengalami proses reformasi yang seperti kita bayangkan, tapi masih hidup dalam bayang-bayang orde baru yaitu simbol reformasi dengan cara berpikir orde baru. (Google+)
Baca Juga: Kepedulian Sosial dan Kekuatan Pemberdayaan
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.10

Selasa, 20 September 2011

Jasa Lingkungan dan Strategi Pemberdayaan

konsultan manajemen csr
Sebuah penelitian yang dilakukan pada Agustus 2010-Oktober 2010 tentang Peran Mesjid dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam, lokasi penelitian adalah sebuah jorong bernama Sungai Janiah, Kenagarian Tabek Panjang, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Penelitian yang berlangsung dilokasi wisata yang dikenal dengan Ikan larangan, menyimpulkan beberapa temuan antara lain;
  1. Bahwa telah adanya integrasi antara pengelolaan mesjid dan sumberdaya alam yang berkontribusi pada keberlanjutan sumberdaya air dan keanekaragaman hayati.
  2. Terindetifikasinya framework pembangunan berbentuk hexagon dimana variable religiusitas sebagai varible mandiri dan berperan penting dalam konsep Pembangunan Lestari
  3. Dari proses integrasi yang komplek ini, peneliti melihat bahwa peran mesjid dalam memaksimalkan keberlanjutan sumberdaya air dan kelangkaan biodiveristas ini telah berkontirbusi kepada masyarakat lebih kurang selama 390 tahun, jika mesjid menjadi patokan sejarahnya.
Selanjutnya, apa yang membuat kita ragu terhadap komitment jangka panjang dari anak bangsa untuk alam dan seluruh asetnya sebagai bentuk tanggungjawab terhadap generasi yang akan datang, dan bahwa dalam sejarah masyarakat lokal seperti Sungai Janiah sesungguhnya sudah memiliki potensi semangat kemandirian yang telah deiterima manfa'atnya sampai ratusan tahun. Pada sisi lain negeri yang kaya dengan sumbedaya alam ini dan juga kaya dengan ragam agama dan kepercayaan ini telah membangun harmonisasi yang dapat dicontoh dan dibagi dengan kelompok masyarakat lainnya. (Google+)
Baca Juga: Komunalitas dan Ketersedian SDA
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan  
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.06

Senin, 19 September 2011

Nilai dan Semangat Transparansi

konsultan manajemen
Pada tahun 2008, penulis terlibat dengan sebuah lembaga Perdamaian. Lembaga yang memang berdiri sejak tahun 1990 diprakarsai oleh seorang aktivis asal bangladesh. Pada tahun 2007, lembaga tersebut memulai debut dan karyanya sebagai sebuah institusi resmi dan bukan lagi berbentuk jaringan, yang memperjuangkan perempuan dalam misi-misi perdamaiannya. Pengalaman yang sangat mengesankan bagi penulis selama terlibat dalam misi perdamaiannya adalah, pentinggnya tranparansi dalam membangun fondasi dari sebuah pekerjaan pemberdayaan yang mengharapkan partisipasi dari semua pihak baik pada level komunitas atau kelompok masyarakat sipil lainnya. Indikator transparansi akan menjadi tolak ukur bagi semua pihak yang terlibat untuk memastikan eksistensi mereka adalah sesuatu yang dihormati. Pada sisi lain transparansi juga menjadi faktor dasar dari upaya-upaya membangun saling pengertian dan kepercayaan karena landasan transparansi merupakan fakta dan kejadian sebenarnya. Pada tingkat awal, mungkin tidak terlalu banyak yang terbiasa dengan budaya tranparansi ini, terutama berkaitan dengan hal-hal publik yang selama ini dianggap sebagai hal-hal private. Salah satu contoh yang dapat dijadikan rujukan adalah bagaimana prosess perencanaan pengembangan program pemberdayaan dan perdamaian membuka ruang keterlibatan ibu-ibu rumah tangga yang banyak didomistifikasi perannya oleh sistem masyarakat kita. Bagi kalangan tertentu yang tidak biasa melihat ini, akan menumbuhkan pertanyaan apakah ibu-ibu rumah tangga ini ada gunanya untuk dilibatkan dalam perencanaan?. Sebaliknya, upaya melibatkan semua kelompok kunci menjadi penting dan merupakan refleksi dari nilai dan semangat transparansi.(Google+)
Baca Juga: Khitan Perempuan Perampasan Hak terhadap Generasi
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.15

Minggu, 18 September 2011

Pemberdayaan dan Pengurangan Resiko Bencana

Dalam beberapa tahun terakhir sering muncul ditingkat publik Sumatera Barat khazanah yang cukup baru akan tetap sebenarnya produk lama yang menjadi trend dikalangan pekerja pemberdayaan lokal, yaitu istilah Pengurangan Resiko Bencana. Istilah ini semakin marak muncul dan diperkenalkan dalam ruang publik Sumatera Barat secara intensif setelah gempa 2007 dan 2009. Walaupun kalangan tertentu seperti LSM dan kelompok masyarakat sipil lainya sudah mendapatkan konsep dan kerangkanya sudah cukup lama. Apa yang menjadi kunci dari Pengurangan Resiko Bencana itu, antara lain membangun sensitivitas terhadap ancaman, kapasitas dan kerentanan melalui pemahaman konseptual dan perspektif kebencanaan untuk mengukur tingkat resiko masyarakat dan Individu. Ide besar yang melatarinya antara lain mewujudkan kemandirian dan kemampuan lokal menghadapi masa-masa kritis sehingga dapat mengurangi ketergatungan terhadap bantuan luar. Muncul pertanyaan selanjutnya, kenapa mesti kemandirian dan kenapa mesti kebencanaan. Melalui perhitungan yang sudah cukup lama dan intensif, ternyata kejadian bencana yang disebabkan oleh kurangnya sensitivitas terhadap kondisi lingkungan sekitar dan perubahan alam telah merugikan banyak pihak secara ekonomi mulai dari komunitas sampai negara dengan nilai ratusan triliun.Bencana-bencana kecil yang disebabkan oleh ancaman-ancaman yang hampir setiap hari dihadapi seperti gempa, longsor, banjir, konflik, hama dan tsunami bukan saja berdampak kerugian ekonomi,budaya akan tetapi juga berdampak pada korban dan jiwa manusia. Memahami situasi ini menjadi perlu membangun kesiapsiagaan komunitas dan kemampuan bertahan individu, sehingga apa yang menjadi mandat dari Pemberdayaan menjadi  kerangka berpikir dan berbuat sedari awal. (Google+)
Baca juga: Institusi CSR, Kapan dan Dimana
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan 
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.44

Sabtu, 17 September 2011

Corporate Social Responsibility untuk Pemberdayaan

konsultan, manajemen, csr
Dalam sebuah diskusi Peraturan Pemerintah 93 tahun 2010 tentang potensi sumbangan perusahaan untuk Pemberdayaan pada pertengahan bulan september 2011, Penulis dibredel dengan pertanyaan yang cukup dalam dan alot karena peserta diskusi yang terdiri dari mahasiswa aktif dan masih memilki kekritisan yang liar. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah Corporate social responsibility (CSR) bisa digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan pemberdayaan? Penulis berusaha menjawab semampu penulis dengan merujuk pada   teks PP 93 tahun 2010 tersebut yang menyatakan secara eksplisit tentang kegunaan sumbangan-sumbangan tersebut, dari pintu penjelasan teks inilah yang rasanya memungkinkan dalam menjembatani pekerjaan pemberdayaan secara khusus. Kenapa begitu, hal ini dilihat dari skema pemberdayaan yang mendahulukan prosess penilaian awal (asessment) dan mempertimbangakan keterlibatan banyak pihak, dimana hasil penilaian ini akan digunakan sebagai prosess perencanaan yang berorientasi pada kemandirian yang juga melibatkan banyak pihak (partisipatif).Sejatinya bahwa sangat memungkinkan alokasi dana tanggung jawab sosial atau yang disebut dengan Corporate Social Responsibility digunakan sebagai strategy untuk melakukan pemberdayaan, karena dari pemahaman penulis dengan terbitknya PP 93 tahun 2010 telah membuka peluang baru untuk mendukung tujuan pemerintah dan masyarakat dunia yaitu menurunkan angka kemiskinan dengan landasan distirbusi kekayaan yang merata. Pada sisi lain peluang komunikasi antara pekerja-pekerja non-pemerintah, non-profit untuk berkomunikasi dengan lembaga profit dan mendialogkan kepentingan serta menyamakan persepsi tentang orientasi kebangsaan (Google+)
Baca Juga: Profesi Pemberdayaan
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan    
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 07.32

Jumat, 16 September 2011

Internalisasi keahlian manajemen dalam pemberdayaan

konsultan manajemen
Keahlian manajerial dalam pekerjaan Pemberdayaan merupakan sebuah keharusan, dimana kapasitas ini akan sangat mendukung pelaku pemberdayaan tidak hanya sebagai pelaksana teknis dari sebuah program tetapi terlibat langsung dalam langkah-langkah perencanaan dan prosess pengambilan keputusan. Memahami alur manajerial memang tidak mudah, lebih-lebih bagi individu yang secara keilmuan tidak memiliki pengetahuan maupun pengalaman. Bagaimanapun, keahlian manajerial yang baik akan didapat dari jam terbang yang cukup, baik dalam organisasi maupun keterlibatan dalam pengelolaan aktivitas-aktivitas. Jika kita melihat dari perspektif kekinian, beberapa pendekatan yang digunakan dalam prosess penguatan komunitas yang mengarah pada prosess pe-merdekaan, dalam tahap tertentu sangat membutuhkan kemampuan tatakelola yang baik, sehingga seorang pekerja pemberdaya yang baik, adalah seorang coach (pelatih) yang luarbiasa dalam menularkan atau mereplikasi  keahlian manajerialnya sebagai upaya membangun aturan main. Sebagaimana kita ketahui bersama, pada tingkat komunitas jika sebuah cita-cita disepakati untuk dicapai dan dipahami langkah-langkah untuk mencapainya, maka alhasil akan lahir kombinasi antar variable yang akan memerankan fungsi dan kekuatannya masin-masing unutk mencapai cita-cita tersebut. Secara teori, pendekatan seperti ini sangat membutuhkan banyak orang manajer yang mengerti tentang aturan main (rule of the game) dari sebuah sistem yang biasa kita dengar dengan istilah sinergisitias. (Google+)
Baca Juga : Resiko Tanpa Pihak Ketiga dalam CSR
Sumber Foto: http://www.anneahira.com/
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 07.14

Kamis, 15 September 2011

Profesi Pemberdayaan

Profesi Pemberdayaan
Pekerjaan Pemberdayaan sejatinya telah lama dilakukan oleh banyak tokoh, baik yang termotivasi oleh kepentingan agama maupun termotivasi oleh semangat ingin memerdekakan. Sebagai contoh adalah, tercatat dalam sejarah tradisi ke-Islaman Indonesia, kita mengenal yang namanya kelompok para Sunan yang lahir di pulau jawa dan menyebar membawa misi keagamaan nan membebaskan. Pada tahap selanjutnya kegiatan pemberdayaan banyak dilakukan oleh pemerintah dan LSM walaupun dengan pendekatan yang tidak seperti sekarang bottom-up atau partisipatif. Sedikit meloncat, pada awal milenium kedua paska reformasi di Indonesia, muncul yang nama program Pemberdayaan yang dipayungi oleh berbagai kementrian, baik kementrian dalam negeri, pemuda dan olah raga, kependudukan dan transmigrasi dengan berbagai nama dan istilah seperti PNPM, Pemuda Pedesaan dan lain-lain. Akan tetapi yang menjadi dilema dalam realitas hidup dan pekerjaan pemberdayaan adalah, sangat sedikit masyarakat melihatnya sebagai sebuah profesi, lebih banyak yang melihatnya sebagai strategi pemerintah dalam mengurangi pengangguran. Baik masyarakat yang berasal dari kelas atau dunia pendidikan maupun dunia bisnis. Sehingga perlindungan terhadap pekerja pemberdayaan menjadi sangat minim dan justru tidak diperhitungkan. Hari ini penulis mengajak kita bersama untuk merenungkan apakah Pemberdayaan sudah layak menjadi  profesi yang bisa disejajarkan dengan profesi yang lain?(Google+)
Baca Juga: Beri Kami Pancingnya Jangan Ikannya
Sumber foto: Konsultan Pemberdayaan
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 07.50

Rabu, 14 September 2011

Tantangan pemberdayaan

konsultan, manajemen, csr
Salah satu yang menjadi tujuan dari upaya Pemberdayaan adalah membangun mentalitas yang merdeka dan kemandirian yang teruji. Sehingga nilai-nilai yang tumbuh tersebut dapat menjadi landasan dari prosess pembangunan, pengentasan kemiskinan atau mewujudakan kesejahteraan yang adil dan beradab. Belajar dari nilai dan tujuan tersebut, penulis memiliki pengalaman unik pada tahun 2011 ketika membantu sebuah lembaga kemanusiaan di Sumatera Barat dalam upaya membangun kemandirian dalam usaha pengurangan resiko bencana berbasis komunitas. Sebuah proyek ambisius yang mencoba membangun kemandirian melalui penyadaran masyarakat terhadap ancaman alam dan didanai oleh donor agency yang penulis kira juga ambisius karena hanya mengalokasikan waktu 1 tahun. Sebutlah telah terbentuknya sebuah forum lintas pihak yang melibatkan stakeholder yang berasal dari berbagai unsur dalam komunitas dan tahapan selanjutnya adalah membuat kontrak sosial atau kesepakatan sosial sebagai landasan kesepakatan dan aturan main dalam forum tersebut. Setelah aturan main yang dirasa perlu disusun maka dengan semangat kebersamaan para anggota forum dengan semangatnya mengajak para anggota yang lain unutk membubuhi kesapakatan tersebut dengan tandatangan sebagai simbol komitment, tiba-tiba dalam proses yang terlihat begitu positif satu dan dua orang anggota forum mengatakan bahwa kesepakatan dibuat adalah untuk dilanggar. Seketika membuat penulis dan para pelaku pemberdaya menjadi tersentak kaget dan geleng-geleng kepala, kejadian didaerah yang cukup terpelosok dan jauh dari kehidupan kota ini mengingatkan penulis pada keterpurukan mentalitas bangsa dan pemimpin yang sering menunjukan prilaku pelanggaran terhadap konstitusi pada sa'at mereka dengan gagahnya mengatakan kita akan tegakan keadilan atau berantas korupsi. Pagi ini penulis ingin sampaikan adalah kepercayaan dan komitment untuk menyatakan diri bahwa tunduk dan patuh pada sebuah aturan, sangat menentukan akan seperti apa masa depan kita baik sebagai individu maupun kelompok, walaupun pendekatan partispatif (botom-up) yang digunakan. Jika mentalitas yang menjadi masalah mungkin lebih baik menyelesaikanya terlebih dahulu. (Google+)
Baca Juga: Pemberdayaan dan Pengurangan risiko bencana 
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan 
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.21

Selasa, 13 September 2011

Nilai kemanusian "Terlupakan"

konsultan, manajemen, csr
Dalam sebuah diskusi pada akhir tahun 2009 yang melibat beberapa mitra LSM untuk membahas model intervensi tanggap darurat untuk kejadian Gempa Sumatera Barat dan Jambi (yang terjadi satu hari sesudah itu), penulis begitu dikejutkan oleh rendahnya kesadaran para pekerja pemberdayaan terhadap nilai kemanusian  mereka sendiri. Hal ini terlihat jelas dalam prosess perencanaan proyek yang bertujuan membantu para korban gempa yang selamat justru mengabaikan nilai keselamatan para pekerja pemberdayaan yang notabene juga manusia, dan penting dilindungi hak-hak kemanusiannya. Sebagai contoh, dalam rencana anggaran tidak dicantumkannya perlindungan asuransi jiwa terhadap pekerja pemberdayaan, pada sisi lain kurang diperhitungkannya kelayakan hidup dilapangan karena ditekannya biaya operasional oleh pihak pemilik dana atau donor agensi dengan alasan efisiensi dan efektitas, pertanyaan yang muncul sa'at ini dan mungkin mesti dicarikan jawabanya adalah,  Jika survivor atau keselamatan penerima manf'at adalah prioritas nomor satu bagaimana dengan keselamatan dan nasib para pekerja pemberdayaan yang menjadi ujung tombak dari operasi  kemanusian itu sendiri? apakah mereka tidak perlu dipikirkan atau ada pihak lain yang mesti menanggung, seperti keluarga mereka. Jika, benar seperti itu, maka sungguh refleski ini perlu dilakukan oleh banyak pihak, Dari cerita hingar bingar pekerjaan pemberdayaan ini, para pekerjanya sendiri tidak banyak yang berasal dari kalangan mampu, justru para pekerja pemberdaya ini banyak dilakukan oleh orang yang tergolong hidup dalam keterbatasan dan kekurangan. Lalu siapa yang mesti memikirkan hal ini, mungkin ada baiknya pertanyaan ini tidak untuk menunjuk siapa-siapa, pertanyaan ini untuk sekedar menghimbau para pekerja pemberdayaan yang berada dalam lingkar manajemen dan pengambil keputusan seyogyanya membantu merefleksikan situasi ini. Banyak contoh dimana pekerjaan pemberdayaan menjadi tidak mendapat nilai penghargaan dan terlindungi secara manusiawi hanya gara-gara tidak ada media yang meliput atau kebetulan disorot oleh pemerintah dan donor. (Google+)
Baca Juga: Institusi CSR Kapan dan Dimana
Sumber Foto: Konsultan Pembedayaan
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 07.31

Senin, 12 September 2011

PP 93 tahun 2010, sebuah tantangan atau kesempatan ?

peraturan pemerintah no 93
Peraturan pemerintah No 93 tahun 2010 merupakan sebuah peraturan yang menjelaskan tentang sumbangan penanggulangan bencana, sumbangan penelitian dan pengembangan, sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan pendidikan olah raga, dan biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 
Ada beberapa syarat yang menjadikan peraturan dan dijelaskan pada pasal 2 ini antara lain:
  1. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya
  2. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
  3. didukung oleh bukti yang sah; dan
  4. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. 
Sedikit kutipan diatas menimbulkan pertanyaan kepada para penggiat pemberdayaan untuk melihat peraturan pemerintah ini apakah sebagai sebuah kesempatan untuk mempercepat pembangunan di Indonesia ataukah sebuah tantangan untuk bekerjasama dengan dunia usaha. Salam (Google+)
Baca Juga: Konflik Kebijakan Keamanan Nasional Inpres No 2, 2013
Sumber Foto: www.m-edukasi.web.id
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 11.57