Dalam beberapa tahun terakhir sering muncul ditingkat publik Sumatera Barat khazanah yang cukup baru akan tetap sebenarnya produk lama yang menjadi trend dikalangan pekerja pemberdayaan lokal, yaitu istilah Pengurangan Resiko Bencana. Istilah ini semakin marak muncul dan diperkenalkan dalam ruang publik Sumatera Barat secara intensif setelah gempa 2007 dan 2009. Walaupun kalangan tertentu seperti LSM dan kelompok masyarakat sipil lainya sudah mendapatkan konsep dan kerangkanya sudah cukup lama. Apa yang menjadi kunci dari Pengurangan Resiko Bencana itu, antara lain membangun sensitivitas terhadap ancaman, kapasitas dan kerentanan melalui pemahaman konseptual dan perspektif kebencanaan untuk mengukur tingkat resiko masyarakat dan Individu. Ide besar yang melatarinya antara lain mewujudkan kemandirian dan kemampuan lokal menghadapi masa-masa kritis sehingga dapat mengurangi ketergatungan terhadap bantuan luar. Muncul pertanyaan selanjutnya, kenapa mesti kemandirian dan kenapa mesti kebencanaan. Melalui perhitungan yang sudah cukup lama dan intensif, ternyata kejadian bencana yang disebabkan oleh kurangnya sensitivitas terhadap kondisi lingkungan sekitar dan perubahan alam telah merugikan banyak pihak secara ekonomi mulai dari komunitas sampai negara dengan nilai ratusan triliun.Bencana-bencana kecil yang disebabkan oleh ancaman-ancaman yang hampir setiap hari dihadapi seperti gempa, longsor, banjir, konflik, hama dan tsunami bukan saja berdampak kerugian ekonomi,budaya akan tetapi juga berdampak pada korban dan jiwa manusia. Memahami situasi ini menjadi perlu membangun kesiapsiagaan komunitas dan kemampuan bertahan individu, sehingga apa yang menjadi mandat dari Pemberdayaan menjadi kerangka berpikir dan berbuat sedari awal. (Google+)
Baca juga: Institusi CSR, Kapan dan Dimana
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Baca juga: Institusi CSR, Kapan dan Dimana
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar