Belajar dari Corporate Social Responsibility atau dikenal dengan CSR di Indonesia, ada beberapa catatan penting yang perlu dilihat. Catatan yang terkait langsung dengan akuntabilitas serta transparansi perusahaan baik secara perencanaan maupun pelaksanaan. Pagi ini penulis mencoba mengangkat hal kecil terkait operasi CSR dimana begitu banyak proyek CSR (begitu banyak disebut) yang melibatkan penerima manfa'at dan pelaku usaha secara langusung sehingga terciptanya komunikasi efektif dan efisien. Tapi sesungguhnya keterlibatan struktur perusahaan secara langsung melalui divisi CSR dengan penerima manfa'at memberikan pengalaman yang berbeda dalam pemaknaan, penafsiran dan pelaksana CSR. Terutama jika divisi CSR masih berada dalam stuktur perusahaan. Pemaknaan yang dimaksud disini adalah bercampurnya kepentingan komersial perusahaan dengan kepentingan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat sebagai agenda ekonomi-politik yang tidak imbang. Kenapa penulis menyatakan tidak imbang, karena standing position penanggungjawab CSR akan terdorong untuk tidak menetapan tujuan ideal dari upaya pemberdayaan dan pengabdian yang katanya terintegarasi dalam semangat Corporate Social Responsibility. Penjelasan faktual dapat dilihat semakin intensifnya konflik kepentingan antara perusahaan dan masyarakat dibeberapa daerah akibat tidak terwujudnya operasi CSR yang transparan dan akuntabel. Ditambah lagi tidak jelasnya peran para pihak dalam upaya pemberdayaan, yang bertujuan untuk memaksimalkan modal sosial dan sumberdaya manusia sehingga terhubung dengan kepentingan pemerataan kesejahteraan di Indonesia. Nah, selanjutnya risiko keterlibatan para pihak seperti perusahaan, pemerintah, Ormas, LSM perlu memperhatikan peran dan fungsi sosial, ditambah peran dan fungsi pengorganisasian sehingga potensi konflik kepentingan dapat dikelola secara berimbang.(Google+)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar