Senin, 08 Juli 2013

BLSM, beri kami Pancingnya jangan Ikannya

BLSM, beri kami Pancingnya jangan Ikannya
BLSM, istilah ini muncul disebabkan oleh kepentingan pemerintah dalam upaya menstabilkan kondisi perekonomian ditingkat akar rumput. Sebelumnya kita mengenal istilan BLT, dimana kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi dasar kebijakan pemerintah Indonesia. Selanjutnya, masyarakat berbondong-bondong datang kekantor Pos berdsarkan hail identifikasi  BPS untuk mengambil "Hak" mereka, mulai dari yang memang miskin sampai yang merasa bahwa mereka telah dipilih oleh pemerintah "walaupun mereka tidak miskin". Cerita yang memangkas semangat para pekerja, peminat dan pecinta pemberdayaan yang selama ini mengaggungkan kemandirian sebagai tujuan akhir dari setiap laku, tindakan dan perencanaan. Program pemberdayaan yang dirancang selama ini pupus dalam sehari, dan itu dilakukan oleh pemerintah serta disetujui oleh DPR. Para Penggiatpun semakin bingung melihat situasi dan kondisi ini. Bukannya bicara mengenai usaha produktif atau pembukaan lapangan kerja baru, sebaliknya pemerintah cenderung membuka kran ketergantungan sebesar-besarnya. Merubah semangat serta mentalitas pejuang yang mulai tumbuh dimasyarakat melalui kewirswastaan, UKM atau usaha produktif menjadi mentalitas korban yang dalam konteks ini, lemah, tak berdaya, serta tidak memiliki kapasitas apa-apa. Penulis menjadi semakin sadar, bahwa model kebijakan yang sekarang sesungguhnya adalah model kebijakan neo-liberalisme dimana pembuat kebijakan akan berupaya manawarkan nilai-nilai neolib pada ranah dan wilayah prilaku dan alam bawah sadar individu. Tidak sedikitpun penulis melihat keberpihakan pada masyarakat dan perlindungan terhadap kapasitas ekonomi dalam mengakses pasar ditingkatkan dan dilindungi. Mungkin tepatnya, Pemerintah telah memberikan Ikan sebagai alat kompensasi yang sesungguhnya meletakkan kapasitas individu sebagai makhluk mandiri dan merdeka pada level yang sangat rendah. Penulis membayangkan, seandainya pemerintah menyadari situasi ini, akan lebih baik memberikan insentive dengan cara berbeda, seperti membuka lapangan kerja baru untuk umur produktif sebagai bentuk tanggungjawab jangka panjang, selain meningkatkan pelayanan publik seperti akses terhadap energi, mengingat banyak sekali masyarakat dan pelanggan tidak memiliki akses yang layak terhadap hal ini. Atau menyedikan sistem perlindungan sosial yang terinstitusi dengan baik untuk usia non-produktif atau manula, dimana mereka telah memberikan jasa nan-luarbiasa ketika mereka produktif terhadap negara bangsa ini dengan membuat rumah berdaya untuk lanjut usia atau rumah pendidikan kewirausahaan untuk yang muda. (Google+)
Baca Juga: Religiusitas basis Pembangunan
Sumber foto: http://www.pesatnews.com      
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 07.21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar