Kenyataan bahwa pemerintah yang diwakilkan kementrian kesehatan memberikan pernyataan yang semakin membingungkan tentang Khitan Perempuan. Selain itu dengan menerima tekanan Majelis Ulama Indonesia dengan menyetujui Khitan Perempuan seakan menjadi suatu yang diperbolehkan, asumsi yang timbul dari situasi ini adalah begitu lemahnya pemerintah secara pengetahuan sehingga Majelis Ulama yang sejatinya adalah lembaga keagamaan berbentuk organisasi massa yang mengurusi masalah keumatan dalam batasan-batasan spesifik mampu mengintervensi konsep kesehataan yang jelas-jelas menyatakan dampak dari Khitan Perempuan terhadap objek penerima. Jika dilihat dari bagaimana kebijakan ini diterima, maka ada beberapa alasan kenapa Kementrian Kesehatan menerima masukan ini. Penulis melihat bahwa;
- Kebijakan ini merupakan model kebijakan incremental, dimana kementerian kesehatan mencoba menyelamatakan posisi politik mereka baik secara individu maupun kelembagaan dimana dalam hal ini Kemenkes merasa tidak cukup memiliki pengetahuan tentang Khitan Perempuan. Dan menggunakan legitimasi MUI sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan, dengan harapan jika ada kelompok masyarakat yang tidak terima maka akan mengarah kepada MUI sebagai organisasi non-pemerintah. Dan pada akhirnya citra pemerintah pun tidak akan buruk, pun ketika terjadi polemik pemerintah dalam hal ini Kemenkes dapat mengambil langkah penyelamatan layaknya Supermen.
- Bahwa pemilu 2014 merupakan motivasi menerima ide ini, walaupun bertentangan dengan prinsip dasar keamanan dan keselamatan masyarakat, bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan representasi kelembagaan ummat yang akan sangat berguna sebagai media penggalang dukungan. Selain, dengan dekatnya kelembagaan pemerintah dengan perwakilan Ummat akan berkontribusi pada institusi politik yang berkuasa. Nah, yang perlu diperhatikan oleh MUI adalah, sebagai lembaga perwakilan Ummat mesti sangat hati-hati memberikan masukan atau pemikiran jika tidak ingin dimanfa'atkan demi mendapatkan kekuasaan serta kontrol politik terhadap ummat yang diwakilinya.
Dua analisis diatas, merupakan asumsi yang dikembangkan dari pola pikir dan model politik yang berkembang 10 tahun terakhir. Tapi bahwa secara keilmuan praktek Khitan Perempuan merupakan bentuk perampasan terhadap hak reproduksi dimana latar belakang dan perlakuannya dalam sejarah Islam lebih kepada tradisi budaya yang berasal dari masyarakat Arab, Afrika serta kepercayaan dari Yunani. Bagi para ulama yang mengambil keputusan atas dasar asumsi dan tidak pernah menjadi perempuan akan sangat sulit mendapatkan gambaran betapa kompleksnya alat reproduksi perempuan dan begitu terbatasnya pengetahuan yang berkembang dalam keilmuan Islam membahas hal ini. Adalah sesuatu yang sangat tidak disarankan dalam pengambilan keputusan jika kita memilki keterbatasan pengetahuan dimana keputusan itu akan menyebabkan suatu yang akan membawa ketidakpastian bagi individu yang diambilkan keputusan hidupnya.(Google+)
Baca Juga: Variable Kapasitas PRB
Sumber Foto: Kementrian Kesehatan
Baca Juga: Variable Kapasitas PRB
Sumber Foto: Kementrian Kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar