Selasa, 19 Agustus 2014

Manajemen Ke-pemimpinan "Fenomena double Job"

Manajemen Ke-pemimpinan "Fenomena double Job"
Syawal 1435 H mengawali hari-hari penuh fitri yang diharapkan oleh setiap muslim sebagai pijakan untuk berbagi kefitrian dengan makhluk Tuhan yang lain. Karena itu, tradisi mengucapkan Minal Aidin wal Faizin  (Orang-orang Kembali dan Beruntung) menjadi kalimat yang dianggap tidak lepas dari upaya membangun identitas baru dan siap dengan tantangan. Terlepas dari tidak ada periwayatan yang jelas tentang statement ini. Tapi secara substansi sosiologis ini merupakan wujud dan ekpresi pema'afan yang dipakai dalam masyarakat. Kebetulan pada syawal nan indah ini, penulis ingin menulis sedikit tentang manajemen kepemimpinan yang sedikit membuat penulis penasaran dan ingin mengangkat kritik pada fakta sosial ini. Bagi beberapa orang, pesoalan pemilu dan persidangannya mungkin telah membuat jenuh untuk membuka layar televisi dimana persoalan ini seakan tidak pernah selesai. Setiap kita membuka layar elektronik tersebut selalu mengajak kita berpikir apakah keputusan atau pewacanaan keputusan politik yang akan diambil benar-benar kita butuh ketahui  oleh masyrakat seperti kita atau hal ini hanya sebuah pemberitaan yang sejatinya diresponse sekedarnya saja. Penulis melihat dengan sudut pandang yang mengatakan bahwa sejatinya pemberitaan dari media televisi merupakan cara baru membangun narasi publik dan melihat reaksi berpikir dan berprilaku yang mungkin baik dari sisi memaksimalkan keterlibatan setiap orang atau membawa kepada rasa kebangsaan yang semakin dalam. Memang tidak  biasa dan sangat berbeda dengan model kepemimpinan yang sebelumnya terjadi. Banyak hal yang dulu tidak pernah kita sadara sebagai bagian dari proses yang semestinya sebagai masyarakat biasa kita terlibat didalamnya, justru sebaliknya, sa'at ini, hampir semua persoalan seakan terbukan lebar untuk dimasuki dan diberikan nilai serta pendapat. Salah satunya yang agak menggelitik adalah keinginan calon presiden nomor urut dua yang mengatakan bahwa untuk tim kabinet yang dibentuk diharapkan tidak memegang jabatan ganda. Dimana kekhawatiran kedepannya adalah para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan ini tidak fokus dan objektif pada keadaan kepemimpinan dan pengambilan keputusan mereka. Dalam fakta pekerja konsultansi yang notabene pekerja berbasis kontrak tertentu, kadang berpikir mendapatkan double job itu penting, karena jualan para konsultan adalah memaksimalkan pendapatan mereka dari jumlah waktu yang mereka miliki selain persoalan kelayakan harga. Nah, untuk pejabat publik, dimana sejatinya mereka sudah terpenuhi secara kelayakan harga, apakah hal ini akan menjadi persoalan? (rn)
Baca Juga: Prinsip Kemandirian dalam Pembangunan
Sumber Foto: http://biz30.timedoctor.com/  
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 19.22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar