Senin, 30 Juni 2014

Capres, Hutang dan Kekuasaan

Capres, Hutang dan Kekuasaan
Dalam sebuah diskusi kecil yang dibuka sebagai pembicaraan sosial, Penulis disuguhkan data dan informasi jika menggunakan istilah "Cak Lontong" mencengangkan. Yaitu data tentang fakta dibelakang salah satu calon presiden yang memiliki hutang 10 kali lipat melebihi harta yang dimilikinya. Pada tulisan pagi ini, penulis tidak ingin membahas kenapa sang calon berhutang dan bagaimana kondisi hutang itu sekarang. Tapi tulisan pagi ini coba mengupas, apa yang terjadi jika seseorang pemimpin memiliki beban hutang yang dalam kategori kemandirian dia dalam posisi tergadai sebagai seorang manusia. Secara jelas, dalam skala kecil saja, hutang akan berdampak besar pada seorang pribadi, bukan saja pilihan pribadinya tetapi juga posisi mentalnya. Hal ini terjadi karena beberapa hal, antara lain sejatinya orang berhutang memiliki beban psikologis yang tidak saja menjadi hal yang akan memaksa dia untuk mencari pengganti hutangnya, tetapi juga memaksa dia untuk berpikir dua kali untuk menutupi hutang tersebut. Sebutlah Indonesia sebagai negara bangsa yang katanya memiliki kekayaan yang luarbiasa dalam konteks sumberdaya alam, tetapi ketika Indonesia sebagai bangsa berhutang pada lembaga atau negara lain, begitu banyak intervensi yang datang dan mempengaruhi para pemimpinnya, baik dengan dalih mempercepat pembayaran hutang atau memberikan keringanan. Dimana kegalauan psikologis ini sering menjadi pintu masuk untuk memanipulasi pembayaran hutang dengan memberikan akses yang berbeda pada sumberdaya untuk kelompok dan negara tertentu. Nah, begitu juga sebaliknya, ketika sang pemberi hutang berinteraksi dengan pengutang, maka si pemberi hutang memiliki psikologis yang berbeda jauh dengan penghutang, sebagaimana rasa dan superioritas pemberi hutang selalu  satu level lebih tinggi dari pemilik hutang. Jika diruntut dalam kacamata risiko pemimpin yang berhutang akan memimpin negara yang juga berhutang, sudah pasti beban negara ini akan duakali lipat dari sebelumnya. sehingga perlu kesadaran logis dari seluruh anak bangsa untuk mencari pemimpin yang tidak berhutang sehingga menumbuhkan sedikit keyakinan kita bahwa negara yang berhutang ini bisa dibebaskan dari lilitannya. dan setidaknya tidak -1+-1= -2, yaitu negara berhutang + Pemimpin berhutang = Negara dan Pemimpin berhutang, jika kita memiliki kemampuan untuk merubahnya menjadi -1+1= 0, Negara berhutang + Pemimpin bebas hutang = 0. Simulasinya adalah, sang presiden tidak perlu memikirkan sumber pembayar hutang dirinya, tapi bisa fokus pada sumber pembayar hutang negara, syukur-syukur bisa membebaskan. Sehingga bangsa Indonesia mendapatkan kembali harga dirinya sebagai bangsa merdeka. 
Sumber Foto:  pixabay.com
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 10.22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar