Dari sebuah laporan tentang Pelaksanaan Proyek CSR, dimana penulis melihat dan mendapat kesan, laporan yang dibuat, memberitakan kondisi begitu positive dan tanpa cacat. Dan para benificieries senang dengan pelaksanaan program CSR pada sisi lain, representasi perusahaan puas dengan capaian program. Menanggap kondisi ini, penulis hanya bisa mengelus dada, karena belakangan ternyata, berita yang muncul di media massa nasional, serta jaringan mailist adalah ada pernyataan ketidakpuasan dari masyarakat sekitar dan stakeholder terkait dengan keberadaan perusahaan eksplorasi yang sudah cukup lama berada di Indonesia ini, dan sudah satu kali ganti nama. Ketidakpuasan ini diekspreskan dengan keinginan untuk menutup aktifitas proyek. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, apakah proyek CSR dalam konteks ini merupakan dilema atau sebuah tantangan kemandirian. Dalam tulisan kali ini penulis ingi menyampaikan bahwa, Gambaran positive yang sering kita berikan tentang sesuatu kadang membuat kita terbuai dan melupakan bahwa, level ideal dari sebuah capaian selalu diikuti oleh kekurangan disana-sini. Sehingga, apa yang kita perlukan dari kemampuan kritis kita adalah, memahami fakta dan fenomena CSR akan juga diikuti oleh ketidak puasan disana-sini. Lalu selanjutnya apa, apakah karena kita tidak mampu memuaskan semua orang hal ini akan menghentikan langkah kita untuk mewujudkan kondisi serta upaya memandirikan serta membangun mentalitas bangsa. CSR hanyalah sebuah alat dimana umurnya sejalan dengan komitment perusahaan terhadap tanggungjawab sosial tersebut. Sehingga umur yang ada memang sejatinya dimanfa'atkan se-ideal mungkin, sehingga mentalitas kemandirian serta, keinginan untuk menjadi lebih baik itu tumbuh. Selain kesadaran akan beratnya kehidupan yang mesti dihadapi ketika tidak semua orang memiliki pandangan yang sejalan dengan kita. Banyak hal terkait negosiasi dan transaksi kadang mesti dibuat dengan tujuan yang bermacam-macam tapi jangan pula dilupakan bahwa, selama negosiasi dan transaksi yang dibuat tidak menciderai prinsip-prinsip utama dari norma dan etika yang berlaku dan tidak memberikan dampak buruk serta capaiannya terukur maka tahapan negosiasi dan transaksi menjadi sangat diperlukan. Hal yang sama, tatkala sebuah Proyek CSR menjadi ujung tombak dari upaya membangun dukungan serta mengurangi dampak sosial, ekonomi maupun lingkungan dimana kata kunci people, profit dan planet menjadi acuan. Proyek CSR sendiri bisa menjadi bumerang jika dalam pelaksanannya menjadi alat untuk membungkam daya kritis, membohingi atau mematikan rasa dan kesadaran akan keberadaan pihak yang berkepentingan pada sebuah usaha. (Google+)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar