Minggu, 28 Juli 2013

Perempuan dalam CSR

perempuan dalam CSR
Ada dua makna yang terkandung di dalam judul yaitu menggunakan perspektif perempuan dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) atau melibatkan perempuan dalam program CSR untuk mendorong perubahan sosial.  Keduanya saya rasa sama-sama penting dan relevan untuk mengarahkan hakekat CSR sebagai tanggungjawab sosial dan lingkungan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat. 
Perspektif perempuan dalam program CSR adalah cara pandang tentang alokasi dana CSR seharusnya menggunakan kaca mata perempuan. Ini biasa disebut gender budget, yaitu mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan taktis dan strategis perempuan dalam alokasi budget CSR. Mengapa ini penting? Pertama, di kehidupan sosial, perempuan banyak menjalankan peran-peran vital dalam seluruh aspek kehidupan di masyarakat. Dalam konstruksi gender masyarakat partriakal, perempuan merupakan managemen rumah yang handal,sehingga banyak waktu perempuan dialokasikan di dalam rumah dan lingkungan sekitar. Sementara laki-laki banyak mengalokasikan waktu untuk bekerja di luar komunitas. Olehkarenanya, perempuan di banyak masyarakat, menguasai peran-peran sosial budaya seperti acara kelahiran, sunatan, kematian, panen hasil bumi dan sebagainya. Di ranah ekonomi kita banyak jumpai perempuan mendominasi di pasar dan membuka usaha kecil warung kelontong di rumahnya untuk mendongkrak perekonomian keluarga. Hanya peran politik di ranah publik yang sering dipangkas oleh laki-laki, sehingga domain kerja perempuan sangat terbatas pada lingkup kecil keluarga. 
Kedua, dengan melihat detil kebutuhan dan kepentingan perempuan dalam setiap alokasi budget CSR akan membantu banyak pihak untuk merencanakan intervensi program yang lebih ramah pada semua orang, laki-laki, perempuan dan anak-anak. Misalnya jika CSR sudah sensitif perempuan, maka setiap perencanaan sarana prasarana publik seperti membuat sanitasi maka akan dipertimbangkan tingkat kenyamanan dan keamanan, mudah diakses oleh perempuan, dan menjaga kesehatan reproduksi dan seksual perempuan. Karena faktanya perempuan yang paling sering menggunakan air dalam aktifitas sehari-hari mereka baik untuk mengelolah makanan, memandikan anak, membersihkan pakaian, dan termasuk merawat organ reproduksinya.
Keterlibatan perempuan dalam program pemberdayaan yang didukung oleh dana CSR adalah aktifnya tingkat partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan pada saat merencanakan, implementasi dan pengawasan agenda pembangunan di komunitas. Perempuan terlibat dalam semua proses pembangunan tidak bisa ditawar lagi. Kebijakan CSR harus mendukung ke arah pemenuhan minimal 30% quota perempuan dalam setiap fase kegiatan pemberdayaan. Tentu saja ini bukan saja mengacu pada keterwakilan fisik perempuan, tetapi juga kualitas berpikir perempuan yang bisa menyuguhkan analisis sosial yang komprehensif. Kebijakan CSR yang sensitive gender dalam perusahaan, akan lebih bisa menerjemahkan UU Penanaman Modal Nomor 25 tahun 2007, pada pasal 15 yang menyatakan bahwa (b) dinyatakan bahwa “setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan”, secara lebih baik karena memberikan penekanan pada kebutuhan dan kepentingan perempuan dan laki-laki secara seimbang.(rb) Google+***


Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 12.06

Tidak ada komentar:

Posting Komentar