Pada tulisan hari ini, penulis ingin mengemukakan sebuah konsep dan paradigma berpikir tentang bagaimana kepentigan bidang tertentu mengambil peran dalam CSR, sehingga judul diatas yang menyatakan Bidang CSR, sa'at ini dan akan datang masih sangat relevan diperdebatkan dalam upaya mendapatkan sebuah formulasi terbaik dari tiga sektor yang menjadi landasan atau biasa disebut bottom line CSR. Bidang apa saja itu, bidang yang juga menjadi perhatian para pekerja pembangunan lestari, yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Sering sekali dalam theorinya kita mendapatkan perspektif tentang bagaimana ketiga bidang ini diupayakan menjadi tempat berpijak yang memiliki semangat keberpihakan. Akan tetapi jika kita perhatikan lebih dalam, yang terjadi adalah tarik ulur kepentingan yang belum menemukan keseimbangan konseptual dan sering secara prinsip disebut dengan istilah jauh panggang dari api. Kenapa penulis memberikan pernyataan ini, Penulis mencoba merefleksikan sebuah pendekatan atau model pengelolaan bisnis yang disebut dengan kanvas model, dimana dalam salah satu bukunya, memperkenalkan sebuah pendekatan bisnis yang disebut dengan un-bundled (terurai), yaitu salah satu model bisnis yang membagi tiga jenis bisnis yaitu hubungan pealnggan, inovasi produk dan infrastruktur. Penulis tidak ingin membahas konsep bisnisnya, tapi hanya mengutip salah satu statement yang menyatakan bahwa ketiga jenis bisnis ini idealnya terurai unutk menghindari konflik atau tarik menarik jenis bisnis yang diinginkan. Nah, penulis ingin menagajak pembaca untuk mendiskusikan hal ini terutama untuk melihat bagaimana kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan akan mengalami tarik menarik kepentingan ketikan pengeloaan sebuah program CSR didasarkan pada pengetahuan sektoral yang didapat oleh hampir seluruh penerima manfa'at di universitas yang berbasis model dan pendekatan sektoral. Sebagai contoh, jurusan atau bidang studi yang digelar oleh univsrsitas mesti selalu menyebutkan fokus terhadap bidang tertentu, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi pembangunan, akuntansi dan lain sebaginya. Sehingga bisa dipastikan hal ini berimbas kepada cara berpikir pengelola program CSR atau pekerja CSR. Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana mengatasi persoalan ini, atau dengan kata lain, bagaimana membangun keseimbangan kepentingan dalam program CSR, yang bisa dilakukan adalah, membagi sektor tersebut dalam sebuah koordinasi indikator yang ditetapkan berdasakan prioritas dari masing-masing sektor. Dengan harapan alat ukur yang direncanakan didepan selalu memungkinkan untuk dijadikan pakem atau landasan berpikir untuk menghindari konflik kepentingan sektoal ini. Selain, melibatkan satu orang ahli yang memiliki latar keilmuan serta pengalaman dalam mengelola integrasi bidang CSR tersebut. Salah satu bidang studi berbasis universitas yang penulis kenal adalah Program Pengelolaan Sumberdaya Alam Terpadu atau lebih dikenal dengan INRM yang dimiliki oleh Pasca Sarjana, Universitas Andalas yang menelurkan konseptor dan pemikir linstas bidang yang memiliki ragam keahlian. (Google+)
Baca Juga: Kompleksitas Konsultan CSR
Baca Juga: Kompleksitas Konsultan CSR
Sumber foto: http://pengertianx.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar