Sabtu, 06 Juli 2013

Meramalkan Kegagalan Lembaga Zakat di Indonesia

meramalkan kegagalan lembaga zakat di Indonesia
Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengajak pembaca menela'ah keadaan sosial keagamaan yang dimanifestasikan melalui zakat. Fenomena yang 20 tahun terakhir menjadi perhatian penulis dimana kondisi Indonesia secara perekonomian tidak begitu menjanjikan karena krisis ekonomi yang menghantam pada akhir tahun 1998. Banyak teman dan kolega yang kehilangan sumber penghidupan yang disebabkan oleh kondisi ini. Akan tetapi, bersamaan dengan itu juga, sebuah kebangkitan kekuatan ekonomi berbasis sosial keagamaan sesungguhnya sedang menata diri dengan model yang sudah lama memang diwacanakan, akan tetapi belum terlihat dalam bentuk dan gerakan konkrit pada waktu itu. Initiative pelembagaan yang pada awalnya hanya berbasis kemanusiaan dilakukan oleh kelompok dan jaringan berbasis kampus mencoba merespon fenomena kebencanaan, yang memang pada waktu itu juga menjadi perhatian banyak orang, berkembang menjadi gerakan kerelawanan berbasis zakat yang makin hari semakin mendapat kepercayaan masyarakat. Berawal dari merespon bencana banjir, masyarakat beramai-ramai memberikan dukungan walaupun kecil kepada korban yang terpapar bencana. Solidaritas yang perlahan tapi pasti juga menyuburkan pelembagaan zakat yang selanjutnya menggandeng isu kemanusiaan sebagai padu padan yang tidak terpisahkan. Adalah sebuah fenomena yang sekarang hampir setiap hari kita lihat, dimana instrument zakat digunakan sebagai alat untuk mendorong solidaritas sosial telah mencapai fase yang menakjubkan, sehingga Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki penganut Islam terbesar didunia menjadi rujukan dan model contoh oleh banyak pihak untuk dipelajari dan direplikasi model pengelolaan zakatnya. Akan tetapi pada sisi lain, lembaga formal seperti pemerintah dalam hal ini lembaga zakat bentukan pemerintah juga mulai mengindentifikasi potensi besar ini. Dan selanjutnya sebagaimana kita ketahui mulai mengeluarkan kebijakan-kebiajakan politik administratif untuk kepentingan pengumpulan zakat. Akan tetapi bersamaan dengan itu, tidak secara jelas memberikan laporan dan penggunaan dana zakat yang dikumpulkan. Diluar itu semua, lembaga zakat non-pemerintah atau bisa disebut lembaga zakat mandiri, yang telah menjadi icon publik indonesia, mengeser nilai perjuangan secara perlahan dari lembaga berbasis sosial menjadi lembaga berbasis keuangan yang seakan lupa dan lari pada semangat norma sosial yang melandasi carakerja dan kepentingan zakat itu sendiri. Hal ini terlihat dari struktur lembaga yang semakin besar dan gemuk, membuat lembaga-lembaga zakat ini, tidak lagi efektif dan efisien untuk mencapai cita-cita kesejahteraan ummat. Selain itu, indikasi lain yang terlihat adalah, basis program yang dikembangkan lebih pada model-model karitatif dan tidak berdampak jangka panjang. Nah dari sedikit refleksi yang tidak sistematis ini penulis melihat pergeseran semangat zakat dari norma sosial menjadi norma ekonomis dan kedepannya  justru akan menciptakan tsunami besar dalam upaya membangun kemandirian ummat. (Google+)
Baca Juga: Nilai dan Semangat Transparansi
Sumber foto: http://agamaislamsd.blogspot.com
       
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 08.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar