Senin, 13 Mei 2013

Dampak Kemandirian terhadap Peneggakan Hukum

dampak kemandirian terhadap peneggakan hukum
Pertunjukan yang kita lihat akhir-akhir in dan ditayangkan di televisi nasional menggambarkan bagaimana penegakan hukum di negeri ini masih berjalan terseok-seok dan komitment terhadap hukum itu sendiri sangat terbatasa pada strata sosial dan ekonomi. Kemampuan sosial dan ekonomi ini dalam kacamata pemberdayaan adalah sesuatu yang positif dimana dalam program-program pembangunan sering menjadi tujuan utama, bukannya menjadi alat bantu agar terwujudnya keberadaban dan tatanan sosial. Tapi apa mau dikata, penulis mengutip dari pemberitaan koran nasional yang memberitakan "Napi Koruptor Suka ke Mal, Denny Indrayana Angkat Tangan", lain lagi dengan anomali sosial yang ditunjukan oleh ketujuh Istri Eyang Subur, melalui media berita elektornik terbesar di negeri ini mereka seakan memperjelas bahwa negara tidak memiliki mekanisme hukum yang dapat diteggakan dan dipatuhi  sebagai sebuah landasan etis dan konstitutional bernegara. Fenomena-fenomena kecil ini dalam kacamata penulis merupakan implikasi dari kesalahan kita sebagai bangsa melihat tujuan dari berkehidupan berbangsa dan bernegara. Sekali lagi, upaya-upaya tidak mematuhi putusan pengadilan dengan tidak berada dipenjara adalah bentuk kemandirian narapidana agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dan adanya semangat untuk menunjukan kapasitas individu dalam mencari solusi terhadap permasalahan akan pengurungan paksa terhadap diri mereka. Sementara berpoligami yang dilakukan oleh Eyang Subur dan mendapat dukungan dari ketujuh Istrinya adalah bentuk kepedulian sosial serta mekanisme Individu unutk saling melindungi, apakah upaya itu dimotivasi oleh keuntungan sesa'at atau tidak, tapi jika ada aturan yang melarang unutk melakukan poligami, pertanyaan yang muncul adalah, apakah negara siap untuk mengambil alih tanggungjawab yang sandang oleh Eyang Subur, dengan memberikan nafkah lahir dan batin serta menghidupi anak dan cucu yang dia pungut. atau apakah negara pernah memikirkan dampak ketidakhadiran individu dalam keluarga bagi mereka yang diambil paksa dan dikurung paksa, sementara anggota istri, anak dan orang tua mereka masih membutuhkan kehadiran dan dukungan mereka. Pun jika ada sejauh mana pengawasan negara terhadap situasi ini. (Google+)     
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 06.52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar