Selasa, 14 Mei 2013

Bahasa Indonesia sebagai Identitas kebangsaan

bahasa indonesia sebagai Identitas kebangsaan
Penulis teringat pada sebuah pertemuan besar yang di pelopori oleh universitas Islam terbesar di Jakarta bekerjasama dengan Universitas dari Belanda dimana pertemuan tersebut bertajuk Islam di Indonesia. Pertemuan yang mengundang hampir 500 peneliti yang mendedikasikan hidup mereka untuk isu ke-Islaman di Indonesia. Undangan yang datang, merupakan perwakilan berbagai belahan dunia, setengah dan lebihnya adalah para peneliti dari Indonesia. Ada yang unik dari pertemuan ini, dimana setiap panel diskusi menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Penulis mencoba berbicara dengan salah seorang peserta dan mendiskusikan hal ini, dan penulis mendapatkan beberapa argumentasi yang menguatkan kenapa bahasa Inggris layak menjadi bahasa pengantar. Sebutlah respondent A, mengatakan bahwa forum ini adalah forum International sehingga sangat layak menggunakan bahasa Inggris karena dapat mewakili kepentingan perwakilan tamu yang datang. Mungkin ini ada benarnya, sehingga penulis mencoba menela'ah sesungguhnya berapa penting penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam forum Intenational dimana subjek pembahasannya adalah Islam di Indonesia. Pada pertemuan-pertemuan lain, yang tidak membahas ke Indonesiaan dan Islam, penulis menemui beberapa situasi yang menurut penulis bisa menjadi pembelajaran penulis kedepan. Beberapa individu yang berasal dari sebuah kawasan yang sama seperti asia selatan memiliki kencederungan berbicara menggunakan bahasa yang saling mereka kenal dan dekat dengan mereka walaupun berasal dari negara yang berbeda, seakan penggunaan bahasa ini menjadi semacam alat untuk mendekatkan, mengakrabkan serta menyatakan bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang sama dan bangsa yang sama. Pada sisi lain, bahasa Inggris yang digunakan sebagai bahasa pengantar forum hanya digunakan pada waktu-waktu formal. Nah, ini menjadi perhatian penulis, dimana kehadiran bahasa pengantar Asing sesungguhnya merupakan refleksi kelas sosial. Dimana, bahasa lokal merupakan bahasa yang tidak memiliki status sebagai bahasa pengatar dalam forum International atau disini menyebutnya ruang publik. Dan keberadaan bahasa lokal hanya mewakili kebutuhan-kebuthan domestik atau kerumahtanggaan bangsa tertentu dan budaya tertentu. Sehingga penulis berpikir, untuk mengembalikan kedaulatan bahasa lokal, alangkah bangganya jika pada forum international yang bicara tentang ke Indonesian, bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar. Dimana akan timbul kesadaran para undangan serta panitia untuk menyediakan penerjemah dwi bahasa. Hal ini selain berguna untuk membangkitkan semangat dan identitas ke-Indonesiaan juga memberikan ruang yang besar untuk para penutur dwi bahasa mendapatkan pekerjaan serta manfa'at dari keahlian mereka. (Google+)
       
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 07.21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar