Kota besar seperti Jakarta merupakan kota yang memanifestasikan Budaya dan Masyarakat bangsa, dimana gambaran kehidupan dan keamanan jalanan merupakan bentuk dari kenyataan pembangunan yang memanusiakan -manusia. Tapi, apa mau dikata, kondisi jalanan tanpa mempertimbangkan pengguna sepeda dan pejalan kaki telah mewujudkan kekacauan dan pengabaian terhadap kemanusiaan. Begitu sulit rasanya menemukan tempat yang aman di kota sebesar Jakarta bagi pejalan kaki, hal ini juga dicontoh oleh kota-kota pendukung seperti Ciputat (kebetulan penulis tinggal disini). Sesa'at rasa akan tidak dimanusiakan itu muncul dan bertubi-tubi menghantam identitas kebudayaan serta keragaman yang diakui sebagai identitas bangsa sejak dahulu kala. Membuat semua orang akhirnya mesti berpikir tentang dirinya untuk menghadapi kerasnya kehidupan di kota. Selain itu, model pemmbangunan yang mengabaikan landscape serta mendahulukan kepentingan ekonomi berbasis keuntungan semata, telah membuat bentang alam yang tadinya berfungsi sebagai wilayah serapan air atau tempat berteduh hewan liar yang masih hidup di kota seperti Jakarta dan Ciputat, diterabas sebagai wilayah pemukiman dan tempat tinggal. Penulis sadara betul, ini merupakan konsekuensi dari cara pandang pembangunan jauh sebelum penguasa sekarang, tapi unutk kasus Ciputat, dimana penulis pernah bahas sebelumnya. Kepemimpinan perempuan yang menjadi symbol dan harapan kemanusian tidak selalu berbanding lurus dengan Identitas Gender. Sehingga, untuk Tanggerang Selatan yang sa'at ini dipimpin oleh seorang perempuan seharusnya memberikan dampak yang berbeda dari kepemimpinan sebelumnya. Nah harapan ini semoga tidak semu dan bukan bayang-bayang yang hanya hadir ketika matahari ada.(Google+)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar