Setidaknya sudah hampir 3 bulan sejak awal memulai mendampingi adik-adik pengembangan masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Tim Konsultan Pemberdayaan mendapat pembelajaran luar biasa dan pemahaman yang semakin mendalam tentang konsep "Berdaya". Beberapa fakta yang mungkin akan mengungkap fakta lain dari cara berpikir kita terhadap keadaan, baik yang menjadi dialektika personal maupun diskusi dikalangan para praktisi. Fakta pertama, untuk bisa berdaya ternyata seseorang mesti dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum benar-benar menghadapi kompetisi yang sesungguhnya. Persiapan yang dilakukan tidak ada bedanya dengan persiapan-persiapan lain yang serupa, sebagai contoh seorang atlet tidak begitu saja menjadi seorang pemenang atau ahli dengan apa yang dia lakukan tanpa adanya persiapan yang sistematis, matang dan terarah. Begitu juga dengan menggunakan konsep pemberdayaan, dimana banyak orang merasa bahwa pemberdayaan adalah sesuatu yang mudah, gampang dan bisa dilakukan siapa saja ternyata pernyataan diatas tidak tepat pada konteks yang penulis lihat dan rasakan. Kenapa? karena berdaya bukan saja persoalan kondisi mental tapi juga cara berpikir, dimana keduanya akan menjadi faktor dominan dan saling mempengaruhi laku, gerak dan arah masa depan sesesorang. Lalu, fakta kedua adalah tidak semua orang siap dengan konsep berdaya ini. Kenapa ? Karena kadang, keadaan disekitar kita membuatnya begitu. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang seorang individu dalam konteks ini memilih untuk menyerahkan masa depanya pada keadaan tanpa mau mengusahakan kegelisahan yang dia rasakan sebagai bentuk upaya menjalankan tindakan berdaya diri mengatasi persoalannya. Dengan menyerahkan nasib pada keadaan menjadikan seseorang seakan tidak berdaya, dan sejatinya tidak siap bahwa segala sesuatunya secara perlahan akan meninggalkan dia. Segala sesuatu yang menjadi ketergantungan dan sandaran hidupnya. Dan dalam dimensi yang berberda konsep keberdayaan inipun diujikan pada kenyataan bahwa apa yang selama ini kita lihat sebagai sebuah fakta ternyata adalah fatamorgana yang tidak bisa dibuktikan sebagai sandaran dari kesulitan yang dihadapi. Sebagai contoh, banyak dari perencanaan pemberdayaan selalu beranggapan mesti memiliki modal keuangan serta dasar modal yang cukup, akan tetapi ketika modal dan keuangan itu cukup, sebaliknya upaya pemberdayaan yang telah memuncak di ubun-ubun tidak bergerak dari titik awalnya ketikan modal itu hadir dan cukup.(Google+)
Baca Juga: Monitoring CSR Memperkuat Kohesi Sosial
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Baca Juga: Monitoring CSR Memperkuat Kohesi Sosial
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar