Pagi ini penulis teringat dengan salah satu teknik asessment yang pernah digunakan untuk mengidentifikasi acamana banjir di Jorong Pondok, Sasak Ranah Pasisie, Pasaman Barat. Teknik yang menurut penulis menggiring para peserta yang tergabung dalam stakeholder kunci untuk suksesi program Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim melalui ekonomi berkelanjutan pada bentuk kesadaran dalam perspektif yang berbeda terhadap PRB. Progam ini mencoba memproyeksikan bagaimana alternative ekonomi mampu mendorong kesadaran PRB dan API sehingga tercipta kemandirian dan kekuatan lokal dalam menghadapi kondisi-kondisi tanggap darurat kebencanaan, pada sisi lain hal ini dilakukan untuk mendorong Pemerintah dalam membuat perencanaan yang lebih matang pada prosess Pembangunan yang berbasis Pengurangan Risiko Bencana sehingga tidak mengalami kerugian yang disengaja karena kegagalan perencanaan. Hasil dari analisis tersebut lahir, setelah memperhitungkan ancaman banjir tahunan yang terjadi 2x dalam 1 tahun dan periode banjir 10 tahunan yang terjadi 1x . Serta menurunkan variable yang dihitung berdasarkan pengalaman survivor (korban banjir), ternyata keluarlah angka, Rp. 7.760.000 Per/kk, dimana variable kerugian yang dihitung antara lain: Kerugian pada rumah karena dampak banjir, lokasi, harta benda, ternak, luka, wabah penyakit, aktivitas mata pencaharian, lingkungan dan beban tambahan rumah tangga. Jika analisis ini dikembangkan maka secara periodik lebih dari 80 rumah setiap tahunnya menjadi korban dan total kerugian yang diderita adalah Rp. 620.800.000, yang itu terbuang sia-sia. Pertanyaanya, apakah prosess perencanaan pembangunan kita separah ini? Dan siapa yang harus menanggung ini semua?(Google+)
Baca Juga: Makna Idul Qurban untuk PRB
Sumber foto: Konsultan Pemberdayaan
Baca Juga: Makna Idul Qurban untuk PRB
Sumber foto: Konsultan Pemberdayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar