Dua minggu lebih kurang, penulis melakukan investigasi sekaligus pendampingan untuk sebuah negeri bernama Sasak Ranah Pasisie, tepatnya salah satu jorong yang terdiri dari 2564 jiwa, atau setara dengan 607 kepala keluarga dan terwakilkan oleh 567 unit rumah. Sebuah Jorong atau dalam struktur administratif setingkat dengan RW. Apa yang menjadi catatan penting dari pendampingan ini adalah, selain informasi yang mendalam tentang kehidupan masyarakat nelayan sehari-hari, pada sisi lain juga penulis menemukan hal-hal baru berkaitan dengan kemiskinan dan akar masalahnya. Salah satu temuan penulis adalah konflik yang secara terus menerus dan cenderung dirawat dan terawat, terkondisikan dalam komunitas terkecil seperti komunitas, yang itu, menjadi refleksi dari kondisi Nasional. Konflik yang disebabkan oleh prilaku kepemimpinan yang tidak amanah, bertanggungjawab dan dapat dipercaya telah mendesak dan berakibat buruk pada jumlah jiwa yang begitu banyak dan berkontribusi pada ketidakpastian sosial. Fakta ini pulalah yang menjadikan kemiskinan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat nelayan walau mereka memilki Sumberdaya Alam yang berlimpah dan setiap hari bisa mereka nikmati. Sebagai contoh, ikan termurah yang dapat ditemukan oleh seorang nelayan adalah Jenis Ikan bernama Taduang yang harga jualnya Rp 2.000/ Kg dan tersedia selama 12 bulan dalam setahun. Dan jenis Ikan termahal yang setiap bulanya ada selama 12 bulang adalah langkitang yang harga jualnya Rp 2.000.000/Karung. Pertanyaanya adalah, Apakah separah ini kemiskinan mentalitas kepemimpinan kita? (Google+)
Baca Juga: Refleksi Hilangnya Kemanusiaan Di Jalanan Ciputat
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Baca Juga: Refleksi Hilangnya Kemanusiaan Di Jalanan Ciputat
Sumber Foto: Konsultan Pemberdayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar