Senin, 28 April 2014

Kritik pada Negara "JIS"

kritik pada negara
Tulisan ini adalah bentuk keprihatinan pribadi penulis pada pemberitaan kasus Jakarta International School oleh media elektronik dan cetak yang menyentuh rasa kebangsaan dan identitas nasional. Bukan bertujuan rasis atau anti asing, tapi dari beberapa analisis dan observasi penulis menunjukan bahwa ekslusivitas yang diterima oleh manajemen JIS (Jakarta International School) menunjukan bagaimana mentalitas kita sebagai bangsa telah dinomor duakan. Dinomor duakan bukan saja karena wajah seram ke-amanan berlapis yang mengumandang diranah publik, sehingga kesangaran eklusivitas tersebut menunjukan bahwa sistem keamanan sekolah ini, menjanjikan bagi sekelompok orang yang memiliki akses keuangan mendapatkan layanan ini. Tetapi sebaliknya, pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah serta-merta mengamini kondisi ini, sehingga kontrol dan monitoring terhadap lembaga pendidikan yang bukan saja berada dalam wilayah hukum Indonesia tetapi juga menginduk pada sistem pendidikan Indonesia telah merugikan para korban, orang tua dan masyarakat (Masih belum bisa membayangkan negara kehilangan kendali pada sistem yang mereka buat). Ada beberapa asumsi yang melintas dipikiran penulis, ketika melihat fenomena ekslusivitas yang diterima oleh JIS. Pertama, terindikasi telah ada perlindungan khusus oleh sekelompok orang yang diuntungkan oleh ekslusivisme JIS, entah itu keuntungan keuangan atau keuntungan lain. Kedua, bagaimana mungkin segerombol pelaku pedofilia bisa berada dalam sekolah tersebut, jika tidak ada pintu aman yang sengaja disediakan oleh orang-orang tertetentu dalam struktur kebijakan sekolah, sebagai penafsiran dari bentuk dan model komunitas. Dari dua pendekatan ini, penulis berasumsi bahwa orang tua yang memasukan anaknya ke JIS telah dikelabui oleh label-label kolonial yang mengindikasikan "International adalah Bagus", "Orang asing adalah lebih ta'at hukum","Orang asing lebih beradab", "Orang asing lebih terstruktur". Keheranan penulis yang lain adalah, Bagaimana negara memperlakukan warga negaranya dan melindungi hak mereka, karena baru diketahui bahwa para pelaku ternyata merupakan korban pedofilia pada masa lalunya. Nah apakah hal ini tidak menjadi pertimbangan pemberitaan mapun penilaian kita sebagai manusia, dimana peran negara dan Komnas Anak ketika para pelaku ini menjadi korban? Bagaimana negara seharusnya memberikan perlindungan dan rehalibitasi pada mereka. Atas nama kemiskinan dan kriminalitas yang mereka lakukan kita merasa berhak untuk mengabaikan hal ini. (Google+)  
Baca Juga: Pemberdayaan dan Perlindungan Anak
Sumber foto: http://www.akucepatmembaca.com
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 20.48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar