Menyambung diskusi kita kemarin, hari ini kita membahasa bagaiamana perencanaan CSR adalah bagian tidak terpisahkan dari konsep pelatihan yang akan dikembangkan. Dimana sesungguhnya Perencanaan CSR merupakan bentuk dari sebuah niat baik perusahaan dan hasil dari negosiasi kepentingan masyarakat binaan atau target dengan kepentingan perusahaan secara umum. Penulis melihat bahwa teknik kontrak sosial selalu memungkinkan untuk diterapkan dan dilaksanakan sebagai landasan kerjasama dua belah pihak. Pada sisi yang berbeda perencaan yang matang sesungguhnya datang dari assessment yang mendalam terhadap akar masalah yang akan menyebabkan terganggunya prosess produksi, atau kinerja perusahaan. Selain meningkatnya kualitas hidup pelaku dan penerima manfa'at dari operasi perusahaan di wilayah kerjanya. Dalam beberapa kasus, Penulis melihat masyarakat sekitar wilyah kerja perusahaan sering diposisikan sebagai pengganggu, tapi sesungguhnya, apa benar masyarakat sekitar merupakan pengganggu. Coba kita tilik baik-baik, hal yang mendasar dari prilaku pengganggu yang sering di labelkan kepada masyarakat. Masyarakat lokal menuntut berbagai macam hal yang seakan tidak masuk akal disebabkan maksud mereka untuk meningkatkan dari kwalitas daya tawar mereka dengan perusahaan. Masyarakat sering beranggapan bahwa, pihak perusahaan mendapat dukungan penuh dari pemerintah karena telah memenuhi kewajiban mereka diberbagai apek legal, sementara masyarakat tidak memilki kemampuan apa-apa dan cenderung berelasi dengan pemeintah setempat dengan membentuk pola vertikal. Dampaknya mereka hanya menjadi penonton dan melihat sumberdaya alam yang mungkin tidak mereka ketahui sebelumnya memiliki nilai ekonomis atau mereka sadar akan nilai ekonomisnya tapi tidak memiliki kapasitas untuk mengelola sumberdaya alam tersebut menjadi komoditas yang memberikan manfa'at. Dan selanjutnya pada sisi masyarakat justru menciptakan kecemburuan sosial dan alih-alih membuka ruang positive untuk ikut berkontirbusi dalam mendapatkan keuntungan dan manfa'at dari keberadaan komoditas yang dikelola Perusahaan, yang terjadi malah sebaliknya, yaitu dengan melakukan tindakan menganggu. Tindakan ini sering di labelkan dengan tindakan premanisme. Lalu, pertanyaan apa yang mesti dilakukan? Apakah masih waktunya perencanaan CSR dilakukan hanya menggunakan perspektif perusahaan secara sepihak, atau menggunakan metode survey dan merumuskan berlandaskan kepentingan analisis, tanpa melakukan verifikasi. Sebaliknya jika perencanaan CSR dilakukan dengan pendekatan partisipatif dengan prinsip pemberdayaan makan Perencanaan CSR akan menjadi strategi manajemen konflik risiko kepentingan bagi semua pihak. (Google+)
Baca juga: Evaluasi Program
Baca juga: Evaluasi Program
Sumber foto: http://lingkarlsm.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar