Selasa, 24 Juni 2014

Manajemen Desa, Manajemen Tangguh

manajemen desa manajemen  tangguh
Tidak mudah memang menyatakan bahwa seseorang yang telah mendapat peningkatan kapasitas pengetahuan manajemen mengklaim dirinya adalah manajer yang bisa dijadikan role model atau tauladan. Karena pada dasarnya begitu sulit menjadi konsisten dalam sebuah kerangka yang ditujukan untuk membatasi, mengurangi serta melokalisir prilaku manusia. Bahkan dalam sebuah rencana yang telah sistematis disusun dan dibagi peruntukan waktunya serta sumberdaya, tetap saja gangguan ditengah-tengah perjalanan menjalankan kerangka logis dan rencana aksi pun akan ada sebuah kondisi yang sering disebut ketidaktentuan. Tapi hal ini justru akan menjadi pembelajaran bagi seorang manajer dalam mengelola serta berkomitmen untuk menjalankan fungsi tatakelola yang baik. Pagi ini penulis ingin sedikit merefleksikan bahwa konsep perundangan desa dan anggaran 1 miliar per-desa telah membuat banyak pekerja pemberdaya dan manajemen terkejut. Ketika menyadari bahwa sesungguhnya, kondisi mengembalikan akses masyarakat terhadap dana yang mereka miliki dan kebijakan reciprocity ini memiliki dua tantangan besar dalam kerangka pemerintah daerah dan kerangka otonomi daerah. Tantangan pertama yang mesti dihadapi dan sering jadi pertanyaan adalah, bagaimana pemerintah desa akan mengelola pendanaan mereka sementara tidak semua perangkat desa memiliki akses terhadap pengetahuan tatakelola yang baik dalam sisi perencanaan maupun sisi pengelolaan dan pelaporan. Lalu yang kedua, bagaimana memastikan proses re-distribusi bisa dilakukan sebagaimana tantangan tereberat sebelum adanya perundangan ini. Re-distribusi artinya ada konsep keseimbangan dan kemerataan dalam situasi ini. Dimana kelompok masyarakat yang secara struktural telah mengalami keterjebakan akses dan dimarjinalkan benar-benar merasakan manfaat sebenarnya. Selain kedua tantangan tersebut ada lagi satu tantang yang penulis sebut dengan tantangan mental masa lalu, yaitu memastikan bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme benar-benar jadi musuh bersama, sementara 10 tahun terakhir, pendidikan media yang selalu menyebutkan bagaimana korupsi dilakukan oleh aparatur negara serta kesewenangan pelanggaran hukum seakan tidak menjadi sesuatu yang benar-benar menggelisahkan semua orang. Tantangan tambahan mengenai peran perempuan dalam mendapatan kesempatan terlibat dari gaya pathriakat masyarakat kita, siapa dan bagaimana menjaminnya. Semoga kegelisahan ini secepatnya menjadi narasi bersama untuk dicarikan solusinya. (Google+)  
Sumber Foto: pelosokdesa.wordpress.com
Posted by: Konsultan Pemberdayaan Konsultan Manajemen Updated at : 18.20

1 komentar: